Tampilkan postingan dengan label contoh pembuatan legal opinion (LO). Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label contoh pembuatan legal opinion (LO). Tampilkan semua postingan

Sabtu, 28 Januari 2017

contoh pembuatan legal opinion (LO)


 contoh pembuatan legal opinion (LO)

Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama   ............  advokat/penasehat hukum pada,..... beralamat di ......................
Dengan ini, memberikan pendapat hukum (Legal Opinion) terhadap kasus masyarakat hukum adat Kabupaten Berlian atas permintaan klien kami tertanggal 20 September 2016.

Legal Opinion Terhadap Masalah Masyarakat Hukum Adat Kabupaten Berlian

Kasus Posisi
Dahulu ada Kerajaan Berlian (sekarang Kabupaten Berlian)  yang mempunyai adat istiadat yang sangat kuat. Dalam perjalanan datang penjajah Belanda atau Perusahaan Belanda yang menunjuk orang-orangnya untuk membantunya dalam tata pemerintahan di wilayah itu (Kerajaan Berlian dan/atau Kabupaten Berlian). Saat ini lebih bisa bekerja sama dengan pemerintah daerah setempat sehingga kewajiban CSR (Corporate Social Responsibility) yang harusnya menjadi hak milik masyarakat hukum adat justru diterima para turunan “Mantan Pegawai Belanda”.

Permasalahan
CSR (Corporate Social Responsibility) merupakan kewajiban perusahaan dan hak masyarakat dimana perusahaan tersebut beroperasi. Tidak dibenarkan secara hukum apabila hal tersebut yang seharusnya menjadi hak masyarakat hukum adat Kerajaan Berlian (sekarang Kabupaten Berlian) justru diterima oleh Pemda dan/atau turunan Mantan Pegawai Belanda.

Dasar Hukum
1.      Undang-Undang Dasar Tahun 1945;
2.      Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahaan Daerah;
3.      Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria;
4.      Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup;
5.      Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang PT;
6.      Undang-Undang  Nomor 25 Tahun 2007 Penanaman Modal;
7.      Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 2012 Tentang Tanggung Jawab Sosial Dan Lingkungan Perseroan Terbatas;
8.      Surat Edaran Menhut No.SE.1-Menhut-II-2013 Tentang Putusan MK No.35 Tahun 2013.


Analisis
Menurut Pasal 18B ayat 1 dan 2 UUD Tahun 1945 bahwa Negara melindungi dan menjamin tiap-tiap masyarakat hukum adat serta  tanah ulayat sepanjang masih hidup dan tidak bertentangan dengan prinsip NKRI.
pengertian oleh UN Economic and Sosial Council (dalam Keraf, 2010: 361) masyarakat adat atau tradisional adalah suku-suku dan bangsa yang karena mempunyai kelanjutan historis dengan masyarakat sebelum masuknya penjajah di wilayahnya, menganggap dirinya berbeda dari kelompok masyarakat lain yang hidup di wilayah mereka". Masyarakat hukum adat menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup  dalam BAB I Pasal 1 butir 31 menyatakan “Masyarakat hukum adat adalah kelompok masyarakat yang secara turun temurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum”.  Bertolak dari definisi diatas maka eksistensi masyarakat hukum adat tidak dapat dilepaskan dan/atau terpisahkan dari tanah di lingkungan wilayahnya yang di sebut tanah ulayat. Tanah ulayat adalah tanah kepunyaan bersama suatu masyarakat hukum adat yakni kewenangan untuk mengelola, mengatur, dan memimpin penguasaan, pemeliharaan peruntukan dan penggunaannya dilakukan secara bersama-sama. Ketentuan tentang tanah ulayat dan/atau hak ulayat di tegaskan dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria bahwa hukum tanah (agraria) di Indonesia tetap mengakui hak ulayat sepanjang tidak bertantangan dengan kepentingan nasional dan Negara. Oleh sebab itu, masyarakat hukum adat Kerajaan Berlian (Kabupaten Berlian) diakui secara hukum.  selanjutnya tanggung jawab pemerintah daerah sebagai satu kesatuan atau bagian dari pemerintahan dan/atau wakil pemerintahan pusat di daerah, wajib melindungi dan menjamin eksistensi masyarakat hukum adat berikut hak-hak ulayatnya.

Berkaitan dengan kasus ini, CSR (corporate social responsibility)  merupakan hak bagi masyarakat hukum adat Berlian dan kewajiban bagi Perusahaan (perusahaan Belanda). Ketentuan mengenai tanggung jawab sosial perusahaan Berdasarkan Pasal 15 Undang-Undang 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, menyatakan setiap penanaman modal berkewajiban:
1.      Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik.
2.      Melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan.
3.      Membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi penanaman modal.
4.      Menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal; dan
5.      Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dalam penjelasan Pasal 15 huruf b Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 menjelaskan tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat setempat. Jika penanam modal tidak melakukan kewajibannya untuk melaksanakan Tanggung jawabnya, maka berdasarkan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, penanam modal dapat dikenai sanksi adminisitatif berupa:
a.    peringatan tertulis;
b.    pembatasan kegiatan usaha;
c.    pembekuan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal; atau
d.    pencabutan kegiatan usaha dan/atau fasilitas penanaman modal.
Selain dikenai sanksi administratif, penanam modal juga dapat dikenai sanksi lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Pasal 34 ayat (3) UU Nomor 25 Tahun 2007).
Tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas beserta peraturan pelaksananya yakni Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas. Dalam UU PT, pengaturan mengenai CSR hanya terdapat dalam 1 (satu) pasal yakni Pasal 74. Pasal 74 menegaskan Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, yang mana kewajiban tersebut dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Apabila kewajiban tersebut tidak dijalankan maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya dalam penjelasan pasal tersebut ditegaskan pula mengenai tujuan diberlakukannya kewajiban CSR, “untuk tetap menciptakan hubungan Perseroan yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya masyarakat.
CSR merupakan kewajiban bagi perseroan yang kegiatan usahanya mengelola dan memanfaatkan sumber daya alam atau perseroan yang tidak mengelola dan tidak memanfaatkan sumber daya alam, tetapi kegiatan usahanya berdampak pada fungsi kemampuan sumber daya alam. Atas amanat Pasal 74 ayat (4) UU PT pemerintah menerbitkan peraturan lebih lanjut yakni Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Salah satu pengaturan pentingnya, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 diatur pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Dalam kasus ini berdasarkan kronologisnya bahwa penjajah Belanda dan/atau perusahaan Belanda telah melakukan kewajiban hukum sebagaimana mestinya, namun bukan pada subjek yang tepat yakni pada masyarakat hukum adat Kerajaan Berlian (sekarang Kabupaten Berlian). Demikian halnya Pemerintah Daerah setempat, setidak-tidaknya Pemda setempat lebih tau dan/atau lebih memahami urusan rumah tangga dalam hal asal-usul Daerah dan mayarakat Kabupaten Berlian (dahulu Kerajaan Berlian). secara hukum kewenangan urusan ini adalah kewenangan pemerintah pusat dan dilimpahkan kepada daerah sesuai dengan pasal 30 ayat 7 dan 8 UU Penanaman Modal.
Maka berdasarkan ketentuan Perundang-Undangan, CSR mestinya diterima oleh masyarakat hukum adat Kerajaan Berlian dan bukan oleh Pemda maupun Mantan Pegawai keturunan Belanda. Bahwa setiap penanaman  modal asing di wilayah NKRI berkewajiban melaksanakan sebagaimana yang diatur dalam ketentuan perundang-undang. Oleh sebab itu, patut diduga bahwa pemda setempat melakukan perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad).


Kesimpulan

1.      Berdasarkan keseluruhan peraturan perundang-undangan terkait, Masyarakat hukum adat Kabupaten Berlian (dahulu Kerajaan Berlian), berhak menerima CSR dan bukan Mantan Pegawai Belanda maupun Pemda setempat.
2.      Pemerintah atas nama Negara (pusat maupun Daerah) wajib melindungi segenap masyarakat hukum adat dalam wilayah NKRI tanpa terkecuali termasuk Kerajaan Berlian.

Saran

Dengan ini kami menyarankan:
1.      Terhadap pemerintah setempat, dengan dikeluarkannya Surat Edaran Menhut No.SE.1-Menhut-II-2013 tentang Putusan MK No.35 Tahun 2013 yang ditujukan untuk seluruh Gubernur diseluruh Indonesia, Bupati/Walikota seluruh Indonesia dan seluruh Kepala Dinas Propinsi/kabupaten/Walikota yang membidangi urusan Kehutanan sebaiknya menempatkan perlindungan hukum atas masyarakat hukum adat kerajaan Berlian kedalam bentuk peraturan dalam hal ini Perda (Peraturan Derah), supaya bilamana terjadi sengketa/masalah adat, penyelesaiannya jelas dan pasti.
2.      Terhadap klien, sebisa mungkin diupayakan musyarawah, bila tidak mencapai mufakat masyarakat hukum adat Kabupaten Berlian (dahulu Kerajaan Berlian) dapat menempuh mekanisme hukum sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.